Bulan Februari ini adalah bulan terakhir saya tinggal di Jakarta, setelah satu tahun tujuh bulan bekerja di satu perusahaan yang sama dan tinggal di kostan yang sama pula.
Agak sedih meninggalkan Jakarta, meski tak sesedih saat dulu harus meninggalkan Bogor setelah hampir lima tahun tinggal di kota hujan yang begitu banyak menyisakan cerita… Aktivitas memasukkan satu per satu barang ke koper besar dan kardus-kardus cokelat membuat déjà vu. Inget saat pertama kali berpisah dengan orang tua dan menyeret koper ke asrama tingkat pertama dengan perasaan campur aduk. Sedih karena harus mandiri dan berpisah dengan orang tua, senang karena mulai kuliah dan bertemu banyak teman baru.
Lulus tingkat persiapan bersama, pindah dari asrama ke kost-kostan lalu masuk ke jurusan yang diinginkan di tingkat kedua, tinggal di kostan yang sama selama tiga tahun lebih, lulus kuliah, diwisuda, melanjutkan aktivitas dari mahasiswa menjadi pegawai dan pindah ke kota baru, Jakarta.
Kemaren sewaktu baca novel Raditya Dika, Manusia Setengah Salmon (MSS), di bagian terakhir buku tersebut ada analogi tentang ikan salmon, pindah, dan kehidupan manusia. He is such a growing writer, dibanding semua bukunya I love MSS most karena bahasanya yang mudah dicerna, walaupun masih tetap dengan signature style-nya yang kocak dan diselipi dengan kedodolan si penulis, tapi lebih sarat dengan pesan moral disertai analogi.
Oke, langsung aja ke part yang bikin jatuh hati itu. Ini sadurannya :
Setiap tahun ikan salmon akan bermigrasi, melawan arus sungai, berkilometer jauhnya hanya untuk bertelur. Beberapa spesies, seperti River Salmon bahkan berenang sepanjang 1448 kilometer lebih, dua kali lipat jarak Jakarta-Surabaya. Perjalanan salmon-salmon ini tidak gampang. Di tengah berenang, banyak yang mati kelelahan. Banyak juga yang menjadi santapan beruang yang nunggu di daerah-daerah dangkal.
Namun, salmon-salmon ini tetap pergi, tetap pindah apapun yang terjadi. Salmon ini mengingatkan gue kembali, bahwa esensi kita menjadi makhluk hidup adalah pindah. Hidup sesungguhnya adalah potongan-potongan antara perpindahan satu dengan yang lainnya. Kita hidup di antaranya. Kadang kita takut pindah, padahal untuk pencapaian lebih, kita tak bisa hanya bertahan di tempat yang sama. Mau tak mau, kita harus seperti ikan salmon. Tidak takut pindah dan berani berjuang untuk mewujudkan harapannya.
Awalnya, ada kekhawatiran ketika ingin pindah, pindah ke satu fase lagi yang membutukan tanggung jawab dan komitmen lebih. Fase yang menuntut bukan hanya sekedar kedewasaan, tapi juga kesabaran dan pengertian karena satu faktor bernama cinta saja tidak cukup. Yes, I move because of marriage issue. Bulan depan adalah bulan dimana saya akan melepas status lajang menjadi menikah sekaligus status baru dari pekerja menjadi ibu rumah tangga. Worried? Yes, I am. Tapi saya tidak mau kalah dengan salmon. Salmon aja nggak takut pindah dan berjuang untuk mewujudkan harapannya, masa iya saya takut pindah? *wink
-HF
–